BENGKALIS – Partisipasi warga Desa Pinggir dan Kelurahan Balairaja di Kabupaten Bengkalis menjadi yang terdepan dalam mendukung implementasi Program Agroforestri di Provinsi Riau. Mereka terlibat dalam pendirian Kelompok Tani Hutan (KTH) dan penggunaan lahan untuk tanaman tertentu guna meminimalisasi konflik antara manusia dan gajah. Upaya ini merupakan bagian dari ikhtiar pelestarian gajah di Bumi Lancang Kuning.
Pengukuhan KTH Alam Pusaka Jaya dari Desa Pinggir berlangsung di Aula Kantor Camat Pinggir, Bengkalis, pada Selasa (25/1). KTH Alam Pusaka Jaya akan dilegalkan melalui SK Kemenkumham RI. Selain pengukuhan KTH, pada acara tersebut juga dilakukan penandatanganan kesepakatan penggunaan lahan untuk Program Agroforestri di Desa Pinggir dan Kelurahan Balairaja.
”BBKSDA Riau mengapresiasi dan mendukung inisiatif Program Agroforestri beserta upaya konservasi gajah di Riau, ” kata Hartono selaku Kabag Tata Usaha (TU) dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau. Kegiatan ini turut mendapat dukungan penuh SKK Migas Sumbagut, dengan kehadiran Yanin Kholison selaku Kepala Departemen Humas SKK Migas Sumbagut.
Program Agroforestri merupakan program kemitraan Rimba Satwa Foundation (RSF) dan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) yang didukung oleh SKK Migas, pemerintah daerah, BBKSDA Riau, Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) Mandau, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Indragiri Rokan Provinsi Riau, Forum Konservasi Gajah Indonesia. Program ini dirintis sejak 2020 lalu.
”Program ini merupakan inisiatif yang dapat mendukung upaya pemerintah, khususnya BBKSDA Riau, dalam mengurangi konflik antara manusia dan gajah yang sekaligus memberikan manfaat ekonomis bagi masyarakat , ” terang Pinto Budi Bowo Laksono selaku Manager Social Performance PHR WK Rokan. Program ini diselaraskan dengan upaya pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) dan Environmental, Social and Corporate Governance (ESGs).
Melalui Program Agroforestri, masyarakat diharapkan menerapkan sistem tumpang sari di lahan masing-masing dengan tanaman hasil hutan bukan kayu yang bernilai ekonomis. Jenis tanaman dipilih adalah yang tidak disukai gajah. Dari hasil survei lapangan, tanaman yang disarankan di antaranya: gaharu, jengkol, rambutan, petai, kopi dan apokat. Cara tersebut diharapkan dapat meminimalisasi konflik manusia dan gajah akibat kerusakan tanaman atau lahan, serta diharapkan mampu mengembalikan fungsi hutan secara alami.
Baca juga:
Aplikasi Smart Desa Resmi Diluncurkan
|
"Kami masyarakat Desa Pinggir menyambut baik program ini. Selain untuk mendukung upaya konservasi, Program Agroforestri diharapkan dapat mendukung perekonomian masyarakat desa, ” ujar Abdullah selaku Ketua KTH Alam Pusaka Jaya.
Saat ini, sudah sekitar 41 hektar lahan yang menerapkan Program Agroforestri di Desa Pinggir dan Kelurahan Balairaja. Kedua desa/kelurahan itu berada di area lintasan gajah. Tak hanya pelestarian satwa liar dan lingkungan, Program Agroforestri juga memiliki komponen pemberdayaan perekonomian masyarakat.
Degradasi hutan yang masif mengakibatkan hilangnya habitat asli gajah Sumatera di kantong gajah Balairaja. Kondisi tersebut memicu timbulnya konflik berkepanjangan antara manusia dan gajah. Peran masyarakat merupakan komponen utama dalam pelaksanaan Program Agroforestri ini.(rilis)